Jumat, 23 Mei 2014

International Standard of Tuberculosis Care

Tuberkulosis merupakan penyakit yang sangat kompleks, karena sangat efektifnya penularan, sangat istimewanya patogenesis, dan perjalanan penyakitnya yang kronik. Penyakit TB dapat mengenai semua sistem organ, sehingga hampir semua disiplin medis terkait dengan penyakit ini.

Penyakit ini karena dapat mengenai semua sistem organ tidak jarang keliru didiagnosis sebagai penyakit lain, terutama di negara dengan prevalens rendah. Sebaliknya di negara dengan prevalens tinggi seperti Indonesia, seringkali terjadi overdiagnosis. Hal ini dikarenakan gejalanya tidak khas, perangkat diagnosis yang ada tidak sepenuhnya memuaskan, dan pelaksanaan pemeriksaan diagnostik yang baku dan benar tidak praktis. Jadi penyakit TB berpotensi mengarah ke dua kutub ekstrim, underdiagnosis atau overdiagnosis, yang keduanya dapat terjadi di satu wilayah secara bersamaan.
Menyadari akan berbagai masalah TB tersebut, para ahli dari berbagai organisasi kesehatan dan medis yang bergerak di bidang TB merasa perlu mengembangkan suatu panduan baku yang bila dilaksanakan dengan benar akan menghilangkan atau paling tidak meminimalisasi kerugian dan kerusakan yang ditimbulkan oleh manajemen TB yang tidak sesuai pedoman.
Organisasi yang mempunyai inisiatif awal di antaranya WHO, International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD) yang biasa disebut The Union, American Thoracic Society (ATS), CDC Amerika dan lain-lain. Pengembangan panduan baku ini juga mendapat dukungan dari berbagai LSM internasional bidang kesehatan seperti USAID, KNCV (Royal Netherlands Tuberculosis Foundation), Global Fund dan lain-lain.
Panduan baku ini disebut dengan International Standards for Tuberculosis Care (ISTC). Sebagaimana tuntutan saat ini, maka penyusunan ISTC juga berdasarkan Evidence based medicine (EBM). ISTC tidak dimaksudkan untuk menggantikan berbagai pedoman (guideline) manajemen TB yang telah disusun secara rinci oleh masing-masing organisasi profesi, tetapi berperan sebagai rambu-rambu minimal untuk tenaga medis yang mengelola kasus TB. ISTC memuat hal-hal apa (what) yang seharusnya dilakukan dokter dalam mengelola pasien TB, sedangkan pedoman organisasi profesi berisi panduan bagaimana (how) mengelola pasien TB.
ISTC berisi 17 standar yang terdiri dari 6 standar diagnosis, 9 standar terapi, dan 2 standar kesehatan masyarakat. Naskah ISTC asli dapat dibagi menjadi dua, bagian pertama adalah naskah singkat berisi 17 butir standar ISTC dan bagian kedua memuat keterangan rinci yang mengulas masing-masing standar, rasionalisasi dan EBM yang relevan. Sebenarnya jika seorang dokter menjalankan pedoman manajemen TB yang disusun oleh organisasi profesinya, dengan sendirinya akan selaras dengan ISTC. Namun masalahnya masih banyak dokter yang dalam mengelola kasus TB tidak mengikuti pedoman yang ada. Itulah mengapa diperlukan adanya panduan baku minimal yaitu ISTC.
ISTC di Indonesia
Sejak sekitar 2 tahun yang lalu, ISTC mulai diperkenalkan di Indonesia. Pada awalnya Departemen Kesehatan yang berinisiatif untuk menerapkan ISTC di Indonesia. Sebagaimana segala sesuatu hal yang ’baru’, selalu mendapat sorotan dari para pihak terkait. Pentingnya penerapan ISTC sangat nyata dan diakui oleh berbagai organisasi profesi medis. IDAI sebagai salah satuorganisasi profesi medis yang terkait erat dalam manajemen TB anak juga mencermati dan mengkritisi ISTC. Ada dua hal utama yang menjadi perhatian IDAI. Hal pertama adalah bahwa ada beberapa standar baik dalam aspek diagnosis maupun terapi yang kurang tepat untuk keadaan di Indonesia.
Hal kedua adalah dengan adanya kata standar, maka dikhawatirkan akan mempunyai dampak hukum bila dokter dalam menjalankan profesinya tidak sesuai dengan standar. Apalagi saat ini masyarakat yang sedang euforia reformasi yang kebablasan, cenderung mudah menuding terjadinya malpraktek bila ada hasil pelayanan kesehatan yang tidak sesuai harapan. Belum lagi hal ini ditunggangi oleh berbagai LSM yang melihat peluang mencari dana melalui jalur ini.
Perlu proses yang panjang serta berbagai pertemuan dan diskusi di antara berbagai organisasi profesi medis yang berlangsung cukup sengit dan alot dalam rangka penerapan ISTC di Indonesia. Aspek hukum juga telah dikaji oleh para pakar hukum di bidang kesehatan. Sebagai jalan keluar, ISTC versi Indonesia adalah terjemahan langsung dan lengkap dari versi aslinya, namun di depannya dicantumkan wewanti (disclaimer) yang menerangkan bahwa penerapan ISTC di Indonesia disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat. Selain itu di bagian belakang ditambahkan adendum yang berisi penjelasan perbedaan standar untuk penerapan di Indonesia sesuai dengan asupan dari berbagai organisasi profesi.

http://dokter82.wordpress.com/penyakit-pernapasan-respiratory-disease/international-standards-for-tuberculosis-care-istcstandar-internasional-diagnosis-dan-terapi-tbc/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar