Tuberkulosis merupakan penyakit yang sangat kompleks, karena sangat
efektifnya penularan, sangat istimewanya patogenesis, dan perjalanan
penyakitnya yang kronik. Penyakit TB dapat mengenai semua sistem organ,
sehingga hampir semua disiplin medis terkait dengan penyakit ini.
Penyakit ini karena dapat mengenai semua sistem organ tidak jarang
keliru didiagnosis sebagai penyakit lain, terutama di negara dengan
prevalens rendah. Sebaliknya di negara dengan prevalens tinggi seperti
Indonesia, seringkali terjadi overdiagnosis. Hal ini dikarenakan
gejalanya tidak khas, perangkat diagnosis yang ada tidak sepenuhnya
memuaskan, dan pelaksanaan pemeriksaan diagnostik yang baku dan benar
tidak praktis. Jadi penyakit TB berpotensi mengarah ke dua kutub
ekstrim, underdiagnosis atau overdiagnosis, yang keduanya dapat terjadi
di satu wilayah secara bersamaan.
Menyadari akan berbagai masalah TB tersebut, para ahli dari berbagai
organisasi kesehatan dan medis yang bergerak di bidang TB merasa perlu
mengembangkan suatu panduan baku yang bila dilaksanakan dengan benar
akan menghilangkan atau paling tidak meminimalisasi kerugian dan
kerusakan yang ditimbulkan oleh manajemen TB yang tidak sesuai pedoman.
Organisasi yang mempunyai inisiatif awal di antaranya WHO, International
Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD) yang biasa disebut
The Union, American Thoracic Society (ATS), CDC Amerika dan lain-lain.
Pengembangan panduan baku ini juga mendapat dukungan dari berbagai LSM
internasional bidang kesehatan seperti USAID, KNCV (Royal Netherlands
Tuberculosis Foundation), Global Fund dan lain-lain.
Panduan baku ini disebut dengan International Standards for Tuberculosis
Care (ISTC). Sebagaimana tuntutan saat ini, maka penyusunan ISTC juga
berdasarkan Evidence based medicine (EBM). ISTC tidak dimaksudkan untuk
menggantikan berbagai pedoman (guideline) manajemen TB yang telah
disusun secara rinci oleh masing-masing organisasi profesi, tetapi
berperan sebagai rambu-rambu minimal untuk tenaga medis yang mengelola
kasus TB. ISTC memuat hal-hal apa (what) yang seharusnya dilakukan
dokter dalam mengelola pasien TB, sedangkan pedoman organisasi profesi
berisi panduan bagaimana (how) mengelola pasien TB.
ISTC berisi 17 standar yang terdiri dari 6 standar diagnosis, 9 standar
terapi, dan 2 standar kesehatan masyarakat. Naskah ISTC asli dapat
dibagi menjadi dua, bagian pertama adalah naskah singkat berisi 17 butir
standar ISTC dan bagian kedua memuat keterangan rinci yang mengulas
masing-masing standar, rasionalisasi dan EBM yang relevan. Sebenarnya
jika seorang dokter menjalankan pedoman manajemen TB yang disusun oleh
organisasi profesinya, dengan sendirinya akan selaras dengan ISTC. Namun
masalahnya masih banyak dokter yang dalam mengelola kasus TB tidak
mengikuti pedoman yang ada. Itulah mengapa diperlukan adanya panduan
baku minimal yaitu ISTC.
ISTC di Indonesia
Sejak sekitar 2 tahun yang lalu, ISTC mulai diperkenalkan di
Indonesia. Pada awalnya Departemen Kesehatan yang berinisiatif untuk
menerapkan ISTC di Indonesia. Sebagaimana segala sesuatu hal yang
’baru’, selalu mendapat sorotan dari para pihak terkait. Pentingnya
penerapan ISTC sangat nyata dan diakui oleh berbagai organisasi profesi
medis. IDAI sebagai salah satuorganisasi profesi medis yang terkait erat
dalam manajemen TB anak juga mencermati dan mengkritisi ISTC. Ada dua
hal utama yang menjadi perhatian IDAI. Hal pertama adalah bahwa ada
beberapa standar baik dalam aspek diagnosis maupun terapi yang kurang
tepat untuk keadaan di Indonesia.
Hal kedua adalah dengan adanya kata standar, maka dikhawatirkan akan
mempunyai dampak hukum bila dokter dalam menjalankan profesinya tidak
sesuai dengan standar. Apalagi saat ini masyarakat yang sedang euforia
reformasi yang kebablasan, cenderung mudah menuding terjadinya
malpraktek bila ada hasil pelayanan kesehatan yang tidak sesuai harapan.
Belum lagi hal ini ditunggangi oleh berbagai LSM yang melihat peluang
mencari dana melalui jalur ini.
Perlu proses yang panjang serta berbagai pertemuan dan diskusi di antara
berbagai organisasi profesi medis yang berlangsung cukup sengit dan
alot dalam rangka penerapan ISTC di Indonesia. Aspek hukum juga telah
dikaji oleh para pakar hukum di bidang kesehatan. Sebagai jalan keluar,
ISTC versi Indonesia adalah terjemahan langsung dan lengkap dari versi
aslinya, namun di depannya dicantumkan wewanti (disclaimer) yang
menerangkan bahwa penerapan ISTC di Indonesia disesuaikan dengan situasi
dan kondisi setempat. Selain itu di bagian belakang ditambahkan adendum
yang berisi penjelasan perbedaan standar untuk penerapan di Indonesia
sesuai dengan asupan dari berbagai organisasi profesi.
http://dokter82.wordpress.com/penyakit-pernapasan-respiratory-disease/international-standards-for-tuberculosis-care-istcstandar-internasional-diagnosis-dan-terapi-tbc/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar